Kamis, 24 Januari 2013

JEJAK SI GENDHIS: WISATA HISTORI PABRIK GULA PTPN X *)

JEJAK SI GENDHIS: 

WISATA HISTORI PABRIK GULA PTPN X *) 


RIWAYAT GENDHIS 

Perkebunan tebu dan gula Nusantara telah membentuk lintasan sejarah panjang sejak zaman kolonial, setelah era VOC berakhir dan sistem tanam paksa (cultuurstelsel) mulai diterapkan. Perkebunan tebu tumbuh subur demi menyokong kas negara kolonial. Perkebunan tebu dan pabrik gula menjadi motor perekonomian Hindia Belanda, terutama di Pulau Jawa (Poesponegoro, 2008:184). Pulau Jawa dipilih sebagai tempat penanaman sekaligus sentra industri sebab kondisi alamnya cocok bagi tanaman tebu yang kelak mempengaruhi hasil rendemen. Tahun 1840-an jalur perkebunan tebu di Pulau Jawa terbentang mulai dari pesisir utara Cirebon sampai Semarang, selatan Gunung Muria sampai Juwana, daerah kerajaan (vorstenlanden), Madiun, Kediri, Besuki, sepanjang Probolinggo sampai Malang melalui Pasuruan, barat daya Surabaya sampai Jombang. Berkembangnya penanaman tebu mendorong berdirinya industri gula di Pulau Jawa.
http://www.ptpn10.com


Ir. Sarjadi Soelardi Hardjosoepoetro dalam Gula; Manuskrip Ir. Sarjadi Soelardi Hardjosoepoetro (1922-1988) menulis, sejarah industri gula di Pulau Jawa terbagi ke dalam 7 kurun waktu yakni 1) zaman VOC-1830, 2) zaman cultuurstelsel (1830-1878), 3) zaman industri gula bebas (1878-1942), 4) zaman pendudukan tentara Jepang dan perjuangan fisik mempertahankan kemerdekaan Indonesia (1942-1949), 5) zaman merdeka (1950-1957), 6) zaman sesudah industri gula diambil alih (1958-1975), dan 7) zaman tebu rakyat intensifikasi (1976-sekarang).

Menurut Poesponegoro, jumlah pabrik gula pada tahun 1929 berjumlah 180 buah, tahun 1935 turun menjadi 45 pabrik, dan tahun 1940 meningkat jadi 85 pabrik. Adapun menurut Hardjosoepoetro, jumlah pabrik gula yang aktif sebanyak 179 pada tahun 1930, berkurang menjadi 35 pabrik di tahun 1936 akibat peristiwa Malaise, kemudian naik menjadi 92 pabrik di tahun 1940 pasca Malaise. Ketika Jepang masuk tahun 1942, terjadi pengambilalihan manajemen pabrik gula dari tangan Belanda. Pabrik-pabrik yang semula aktif beroperasi ditutup dan berubah fungsi kecuali Pabrik Gula Tasikmadu dan Pabrik Gula Colomadu yang berada di bawah pimpinan S.P. Mangkunegoro VII. Pembenahan dilakukan terhadap sektor perkebunan dan industri gula dalam rentang waktu 1950-1957. Jika pada tahun 1950 terdapat 30 pabrik gula yang giling, maka pada tahun 1957 terdapat 52 pabrik gula yang aktif berproduksi. Peningkatan juga terjadi terhadap hasil produksi gula. 

Berbagai peristiwa penting seputar industri gula terjadi selama 7 kurun waktu tersebut, seperti pendirian De Nederlandse Handel Maatschappij (NHM), pembangunan pabrik gula bertenaga mesin, lahirnya De Agrarische Wet (undang-undang agraria) tahun 1870, diikuti Wet op de Suikercultuur (undang-undang mengenai pembudidayaan tebu) tahun 1878, Fabriekan Ordonantie, Grondhuur Ordonantie, dan Algemene Waterreglement (AWR), pembenahan terhadap sektor perkebunan dan industri gula, nasionalisasi perusahaan perkebunan dan lembaga penelitian milik Belanda, sampai perubahan demi perubahan di tubuh perusahaan perkebunan. 

Kisah Si Gendhis terangkai panjang seturut perjalanan industri gula Nusantara. Perjalanan hidupnya tidak selalu semanis rasanya. Gula pasir merupakan komoditi dagang incaran VOC dan pernah menjadi primadona di antara tanaman kebun lainnya. Tahun 1922 gula mencapai harga tertinggi yakni 1.502 juta gulden (harga Pulau Jawa) dan 723 juta gulden (harga luar Pulau Jawa). Lahan tebu pun diperluas seiring dengan pabrik gula yang makin bertumbuh bagai cendawan di musim hujan. Namun, krisis serangan penyakit sereh (1881) dan budidaya biet Eropa (1884) membuat sektor industri gula limbung.


http://id.wikipedia.org 

Begitu panjang perjalanan yang telah ditempuh Si Gendhis. Melintasi lorong waktu sekaligus melampaui sekian banyak peristiwa manis sekaligus pahit yang terkisah dalam lembar sejarah. Oleh sebab itu, gendhis ingin berkisah melalui wisata sejarah pabrik gula. Melalui paket wisata tersebut, berbagai informasi mengenai perjalanan panjang gendhis yang telah menemani masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, sebagai pelengkap minum teh, kopi, pembuat sirup, kue, biskuit, aneka camilan serta penyedap alami masakan, bisa tersampaikan.

BINGKAI WISATA HISTORI 

Banyaknya kisah bersejarah seputar pabrik gula mendorong PTPN X mengembangkan wisata sejarah pabrik gula selaras dengan visi-misi organisasi yang memiliki salah satu komoditi dagang tebu ini. Aset utama pengembangan wisata sejarah pabrik gula telah digenggam hasil leburan PTP 19, PTP 21-22, dan PTP 27 yakni 11 pabrik gula (selanjutnya disebut PG) yang tersebar di sekitar Jawa Timur (PG Kremboong, PG Watoetoelis, PG Toelangan, PG Gempolkrep, PG Djombang Baru, PG Tjoekir, PG Lestari, PG Meritjan, PG Pesantren Baru, PG Ngadirejo, dan PG Modjopanggoong). Dari kesebelas PG tersebut, banyak produk wisata yang bisa ditawarkan seperti: bangunan fisik lingkungan pabrik gula, 6 stasiun pengolahan (stasiun gilingan, stasiun pemurnian, stasiun penguapan, stasiun masakan, stasiun puteran, dan stasiun penyelesaian), mesin-mesin pengolahan, alat-alat angkut (transportasi), keadaan alam sekitar masing-masing pabrik gula (yang tentunya memiliki atmosfer berbeda-beda) sampai event budaya. Jika dikemas dengan apik dan menarik, bukan hal yang mustahil pabrik gula bisa menjadi kawasan wisata sejarah yang mampu menarik banyak wisatawan domestik bahkan mancanegara. 

http://www.ptpn10.com
Memperkenalkan dan mengembangkan pabrik gula sebagai tempat wisata sejarah tidak lepas dari konsep pemasaran pariwisata yang berorientasi terhadap kepuasan pelanggan (baca: wisatawan). Pemasaran wisata merupakan serangkaian proses manajemen terhadap produk wisata dengan melibatkan organisasi wisata atau badan usaha wisata yang bertujuan untuk mencapai kepuasan optimal wisatawan. Elemen penting pengenalan destinasi wisata ini tanggung jawabnya dipercayakan kepada daerah tujuan wisata itu sendiri. Demi efektivitas pengenalan dan pengembangan wisata sejarah pabrik gula, promosi dapat dilakukan melalui berbagai media. Berikut berbagai masukan untuk pemasaran dan pengembangan wisata sejarah pabrik gula yang efisien. 


1. Website dan Blog Resmi 

Informasi akurat, lengkap, dan dari sumber terpercaya dibutuhkan para wisatawan, apalagi jika tempat wisata tersebut terhitung baru, belum banyak dijamah, bahkan tercerita di dalam kitab suci para traveler: Lonely Planet. Oleh sebab itu, membangun website dan blog resmi sungguh membantu para calon wisatawan memperoleh informasi yang diperlukan. Beri nama dan alamat yang mudah diingat. Kemudian, isi website dan blog dengan berbagai content seputar wisata sejarah pabrik gula dan aneka produk wisata yang ditawarkan berikut photo gallery dan video supaya calon wisatawan memperoleh gambaran nyata mengenai tempat yang bakal dikunjungi. Ada baiknya, dilengkapi dengan fasilitas messenger sebagai sarana komunikasi langsung jarak jauh. Jangan lupa, perbarui informasi secara berkala. 


2. Media Sosial 

Menjamurnya media sosial begitu menguntungkan sebagai sarana pemasaran destinasi wisata sejarah pabrik gula. Manfaatkan Facebook, Twitter, atau media sosial lainnya untuk mengajak sebanyak mungkin calon wisatawan menikmati wisata sejarah pabrik gula. Informasi yang gencar lambat laun bakal membuat mereka menoleh, kok. 


3. E-mail (Surel) 

Ketika wisatawan membaca informasi dari website, blog atau sumber informasi lain dan tertarik berwisata sejarah pabrik gula, biasanya komunikasi akan berlanjut intens melalui alamat kontak yang tercantum. Mereka akan banyak bertanya, salah satunya melalui surel dengan harapan jawaban segera didapat dan lengkap. Biasakan segera membalas begitu ada surel masuk, selambat-lambatnya 1X24 jam. Lebih dari itu, bisa-bisa mereka menganggap pengelola kurang professional. Mereka tidak tertarik berkunjung dan memilih tempat lain yang memperlakukan klien lebih professional. Sayang, kan? Melalui surel pula, brosur dapat dikirimkan untuk kepentingan promosi atau jika ada permintaan. 


4. Brosur, Flyer, dan Banner

Brosur, flyer, dan banner dibutuhkan untuk mendukung pemasaran dan proses penjualan produk wisata sebab tidak semua calon wisatawan terakses dengan fasilitas internet. Selain itu, ketiga media ini mudah dibawa ketika mengikuti event pameran pariwisata dalam dan luar negeri. Design brosur, flyer, dan banner semenarik mungkin dan letakkan di tempat-tempat strategis yang memungkinkan dijangkau, dilihat, dan diambil calon wisatawan seperti bandara, stasiun, terminal, pelabuhan, agen perjalanan, penginapan, restoran, café, toko souvenir, dan toko buku.


5. Merchandise

Merchandise berfungsi sebagai alat komunikasi pemasaran sekaligus representasi visual produk wisata sejarah pabrik gula. Buat merchandise yang simpel, mudah dibawa, dan berkarakter wisata sejarah pabrik gula seperti kartu pos, pembatas buku, stiker, gantungan kunci, poster, notebook, pin, pulpen, gantungan flashdisk, bendera, kalender meja, piring hias, mug, payung, T-Shirt, dan tote bag. Sebarkan dalam berbagai event yang dihadiri oleh pasar potensial dalam dan luar negeri atau jadikan hadiah kuis di media sosial.


6. Buku

Yuk, angkat wisata sejarah pabrik gula dalam bentuk tulisan. Ajak para writer untuk mengenalkan wisata sejarah pabrik gula PTPN X kemudian terbitkan dalam bentuk buku cetak dan e-book. Proses pemasaran akan bergulir melalui deretan kalimat pada buku tersebut. Ketika buku terbit dan dibaca banyak orang, mereka akan penasaran dan datang ke tempat wisata tertulis. Untuk menarik minat pembaca, sisipi buku tersebut dengan merchandise mini nan lucu sebagai bonus.

Setelah pemasaran tergarap, kini saatnya membahas pengembangan wisata pabrik gula. Wisata pabrik gula tidak hanya dikembangkan di PTPN X saja. Daerah lain yang memiliki aset daerah berupa pabrik gula pun mengembangkan produk serupa dengan berbagai strategi demi mengundang para wisatawan. Nah, supaya produk yang ditawarkan dilirik, paling tidak 3 unsur utama komponen produk wisata dipenuhi yakni 1) daya tarik daerah tujuan wisata, 2) fasilitas, dan 3) kemudahan mencapai daerah tujuan wisata tersebut. Dengan pemenuhan ketiga unsur tersebut, diharapkan destinasi wisata sejarah pabrik gula yang telah dirancang mampu mendatangkan wisatawan domestik dan luar negeri, aneka suguhan dari pengelola diminati wisatawan, wisatawan merasa betah selama berada di lingkungan wisata pabrik gula, kepuasan wisatawan diraih, diikuti meningkatnya arus perjalanan wisata.


1. Daya Tarik Daerah Tujuan Wisata

Aset potensial yang digarap bisa bersifat alamiah, mengandung tata nilai budaya, atau perpaduan keduanya sehingga bermacam selera pasar (baca: wisatawan) terpenuhi. Aset wisata tersebut kemudian dikemas dalam paket wisata:
a.  Jelajah pabrik gula: tour ke masing-masing pabrik gula
b. Jelajah kompleks pabrik gula: tour ke beberapa pabrik gula sekaligus yang berada dalam satu daerah yang sama
Contoh: jelajah kompleks pabrik gula daerah Sidoarjo, jelajah kompleks pabrik gula daerah Jombang, dan jelajah kompleks pabrik gula daerah Kediri
c. Pertunjukan budaya yang berhubungan dengan pabrik gula
Contoh: cembengan dan ritual-ritual selamatan ala masing-masing pabrik gula
d. Wisata malam: paket ini bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan yang ingin menguji adrenaline di area pabrik gula. Perjalanan malam dibalut kisah-kisah horor seputar pabrik gula bisa jadi mengasyikkan bagi kalangan tertentu. Ada hubungannya dengan sejarah? Tentu saja ada! Kisah seram berkaitan dengan pabrik gula juga termasuk dalam wisata sejarah lho, sebab setiap kejadian gaib di suatu tempat berkaitan dengan masa lalu tempat tersebut.


2. Fasilitas

Fasilitas pendukung tempat wisata sangat diperlukan demi keamanan dan kenyamanan pengunjung selama berada di area wisata. Wisatawan akan menambah masa tinggal (length of stay) jika dimanja oleh fasilitas yang lengkap demi memudahkan hidup mereka selama tinggal. Fasilitas yang ditawarkan beragam, mulai dari penginapan, tempat ibadah, restoran, coffee shop, minimarket 24 jam, fasilitas medis (klinik dan apotek), ATM, akses internet berkecepatan tinggi (wifi dan komputer), toilet, tempat pertemuan, play ground, toko souvenir, kendaraan antar jemput, guide, buku panduan, persewaan sepeda, persewaan pakaian bernuansa pabrik gula tempo dulu, sampai photo booth bagi pengunjung yang ingin foto sepuasnya dengan latar perkebunan atau pabrik gula.


3. Kemudahan Mencapai Daerah Tujuan Wisata Tersebut

Konsep wisata yang okay ditambah sederet fasilitas bintang lima tidak akan ada artinya jika akses menuju tempat wisata sulit ditempuh. Hanya wisatawan yang menyukai tantangan saja yang akan berkunjung. Itulah sebabnya, pengembangan destinasi wisata sejarah pabrik gula harus diimbangi dengan kemudahan mencapai tempat tujuan wisata seperti:
a.  Kondisi jalanan siap dilalui kendaraan mulai dari sepeda motor, mobil, sampai bis pariwisata
b. Rute yang aman, nyaman, dan mudah dilalui. Informasikan rute dalam berbagai media seperti papan penunjuk jalan, peta yang dibagikan gratis dan mudah diperoleh (di hotel, restoran, bandara, stasiun, terminal, agen wisata, website, blog, akun media sosial), dan terkoneksi GPS
c.  Papan penunjuk jalan yang informatif, terletak di tempat strategis, dan mudah dilihat
d. Tersedia angkutan umum yang terkoneksi dengan tempat-tempat kedatangan wisatawan seperti bandara, stasiun, terminal bis dan pelabuhan
e.  Tersedia angkutan umum dari/ke penginapan (luar area pabrik gula)
f.  Tersedia angkutan umum menuju tempat-tempat fasilitas umum seperti kantor pos, bank, money changer, rumah sakit, apotek, pasar tradisional, toko souvenir, toko oleh-oleh, toko buku, supermarket, café, bandara, stasiun, terminal bis dan pelabuhan

Demikian berbagai masukan untuk pemasaran dan pemenuhan tiga unsur penting komponen produk wisata untuk optimalisasi pengembangan wisata sejarah pabrik gula PTPN X. Dengan dikembangkannya wisata sejarah pabrik gula PTPN X akan berdampak: 1) informasi historis mengenai gula, industri gula, dan pabrik gula di Jawa pada khususnya dan Indonesia pada umumnya akan tersampaikan dengan jelas, 2) meningkatkan semangat pelestarian pabrik gula sebagai warisan cagar budaya, 3) meningkatkan kecintaan terhadap sejarah dan nilai-nilai tradisional, 4) menambah variasi destinasi wisata, 5) tergalinya potensi bisnis yang menjanjikan, dan 6) meningkatkan pendapatan daerah.

*) Ditulis dalam rangka Lomba Karya Tulis & Penyiaran PTPN X
Tema: Pengembangan Wisata Sejarah Pabrik Gula: Potensi Bisnis dan Model Pemasarannya
Kategori: umum.



DAFTAR PUSTAKA

Buku


Hardjosoepoetro, Sarjadi Soelardi. 2008. Gula; Manuskrip Ir. Sarjadi Soelardi Hardjosoepoetro (1922-1988). Cetakan I. Jakarta: RMBOOKS
Kartodirdjo, Sartono dan Djoko Suryo. 1991. Sejarah Perkebunan di Indonesia Kajian Sosial-Ekonomi. Cetakan pertama. Yogyakarta: Aditya Media
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. 2008. Sejarah Nasional Indonesia V: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Republik Indonesia (+ 1900-1942). Cetakan kedua edisi pemutakhiran. Jakarta: Balai Pustaka
Wahab, Salah. 1997. Pemasaran Pariwisata. Jakarta: PT Pradnya
Paramita


Majalah

PTPN X Mag. Volume 001/Th-I (Maret-Mei 2011). Surabaya: PTPN X


Website

Selayang Proses Produksi Gula Kristal Putih di PTPN X. http://www.ptpn10.com/Vpage.aspx?id=31. Diakses 21 Januari 2013


Foto-foto

http://www.ptpn10.com/Berita.aspx?id=847. Diakses 21 Januari 2013
http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_pabrik_gula_di_Indonesia. Diakses 21 Januari 2013


http://www.ptpn10.com/Vpage.aspx?id=17. Diakses 21 Januari 2013


0 comments:

Posting Komentar